Mengapa Kita Sering Menuruti Ekspektasi Orang Lain ?
Rabu, 09 November 2016
http://theo-sonatha.blogspot.co.id/ Cobalah renungkan sejenak dan tanya apakah yang Anda lakukan selama ini adalah hasil dari keinginan Anda sendiri atau hanya sebuah tuntutan dari lingkungan Anda (keluarga/masyarakat)? Sebagian besar dari kita mungkin hanya hidup untuk menuruti ekspektasi orang lain.
Saya tidak berkata itu cara hidup yang salah, karena kita semua pasti pernah hidup dengan cara seperti itu. Namun ada titik dimana tuntutan/ekspektasi tersebut menjadi semakin tidak realistis dan tidak bermakna. Contohnya seperti kita harus sukses/kaya sebelum umur 25, harus bisa beli rumah sendiri di umur 30, bisa ini itu yang akhirnya membawa kita pada keputusan-keputusan yang salah dan bodoh seperti:
- Nekat membuka bisnis sendiri padahal tidak punya modal dan tidak tahu apa yang mau dikerjakan
- Nekat menikah dengan pesta mewah meriah karena tuntutan pasangan/mertua
- Nekat menyicil mobil/rumah padahal keuangan sedang bengkak
- Beli gadget/teknologi terbaru padahal tidak butuh-butuh amat
Motivasi untuk sukses secepat dan semuda mungkin itu memang bagus, tapi hidup ini bukan lomba maraton, faktanya tidak ada yang peduli seberapa suksesnya Anda, seberapa muda Anda menjadi kaya, atau seberapa cepat Anda menikah.
Jangan sampai Anda menjadi delusional karena tuntutan yang terlalu idealis sering sekali tidak realistis dengan prakteknya. Inilah yang sering terjadi pada anak muda yang nekat menjadi pengusaha karena merasa entrepreneur itu “keren” dan bisa membuatnya kaya secepat mungkin, padahal itu hanyalah bayangan semu dipikirannya.
Jika diteruskan maka kemungkinan yang akan terjadi adalah:
- Anda betul-betul semakin berkembang (namun merasa stress dan tertekan)
- Anda semakin ahli “berpura-pura berkembang” (padahal stuck atau bahkan semakin mundur)
We’ve all been raised on television to believe that one day we’d all be millionaires, and movie gods, and rock stars. But we won’t. And we’re slowly learning that fact. And we’re very, very pissed off.– Fight Club
Sejak kecil kita selalu percaya bahwa jika nanti sudah besar kita akan menjadi orang sukses, namun setelah beranjak dewasa kita semakin sadar bahwa tidak semua orang pasti sukses dalam hidupnya, selama ada orang sukses pasti ada juga orang lain yang gagal.
- Tidak mungkin semua bisnis bisa sukses, untuk setiap bisnis yang berhasil ada kompetitor atau industri lain yang akan bangkrut.
- Tidak mungkin semua karyawan naik kepuncak, untuk setiap karyawan yang naik jabatan/promosi, pasti ada orang lain yang kehilangan/tidak kebagian posisi tersebut.
- Tidak mungkin semua investasi menghasilkan keuntungan, disetiap kenaikan harga/value pasti ada hal lain yang nilainya menurun karena hal tersebut.
That’s life. Itulah hidup. Konsep dimana semua orang pasti sukses is too good to be true. Kenyataannya hidup adalah persaingan dan dalam setiap persaingan pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Yang jadi masalahnya adalah kita selalu dituntut untuk menang dan terkadang kemenangan tersebut bukanlah “kemenangan yang sesungguhnya”.
Yang lebih buruk lagi adalah tidak ada yang peduli dengan “kemenangan” tersebut pada akhirnya, Anda sukses, Anda kaya, Anda memenuhi semua tuntutan hidup, dan tidak ada yang peduli karena sebenarnya orang lain juga melakukan hal yang sama.
Lalu mengapa tuntutan tersebut ada (dan akan selalu ada)? Itu semua karena tuntutan tersebut diciptakan untuk kepentingan sebuah bisnis/industri.
Everything is business
Hampir segala aspek dalam kehidupan ini adalah bisnis. Sekolah, kuliah, pekerjaan, media/sosmed, bahkan politik adalah bagian dari bisnis.
Tahukah Anda bahwa sebenarnya tidak ada yang namanya hari Valentine/tahun baru/acara anniversary dan hari-hari perayaan semacamnya. Kenapa hari spesial tersebut bisa ada? Karena memang sengaja diciptakan untuk keuntungan sebuah bisnis/industri.
Sosial media yang Anda gunakan sehari-hari juga bagian dari bisnis. “Tapi sosmed kan gratis, bisnis darimananya?”, ingat jika Anda menggunakan sesuatu secara gratis berarti “Andalah yang menjadi produknya”. Tinggal menunggu waktu sampai perusahaan sosmed tersebut mengalihkan bola mata Anda kepada para advertiser/iklan atau yang lebih buruk lagi menjual data Anda pada pihak ketiga.
Televisi dan media-media yang ada dengan konsisten setiap hari memberikan kita berita kontroversi dan kabar-kabar terburuk dalam negeri karena mereka hanya ingin mendapatkan perhatian Anda (views). Tentunya “bad stuff” jauh lebih mudah diingat dan menarik perhatian daripada “the boring good stuff” bukan? Itulah mengapa “drama” dimedia tidak akan pernah habis, karena masyarakat memang suka drama dan tugas media hanya memberikan apa yang penontonnya mau.
Semua industri ini mengarahkan kita pada tuntutan/ekspektasi yang semakin tidak realistis, semua hanya demi memuaskan gengsi dan pembuktian diri tanpa arti.
Berikut ini video penjelasan bagaimana industri pernikahan (wedding) menciptakan ekspektasi yang tinggi bagi masyarakat sehingga biaya pernikahan menjadi semakin mahal dan memboroskan:
Kenyataanya semua orang berlomba-lomba menciptakan sebuah ekspektasi demi keuntungannya masing-masing, dan sayangnya kita sangat mudah dipengaruhi oleh hal itu. Kita melihat orang-orang bahagia liburan keluar negeri, kita jadi ingin liburan keluar negeri, kita melihat orang-orang sukses menjadi entrepreneur, kita ikut-ikutan menjadi entrepreneur.
Well stop it.
Bebaskan diri Anda dari tuntutan dan ekspektasi orang lain, hiduplah sesuai dengan selera dan kenyamanan Anda sendiri, berkembanglah dengan cara Anda sendiri yang menurut Anda adalah cara terbaik untuk sukses. Jika harus mengikuti suatu tuntutan, pastikan itu sejalan dengan pemikiran Anda dan betul-betul membawa dampak positif yang real untuk hidup Anda (worth it).