Hukum Talak, Rukun Talak dan Syarat Sah Talak dalam Islam

Semua yang terjadi dalam perjalanan hidup seorang manusia merupakan kehendak Rabbnya Yang Maha Agung. Seorang manusia tidak akan selamanya merasa bahagia dan juga tidak akan selamanya menanggung nestapa. Dari semua perputaran kejadian yang kita temui pada setiap episode kehidupan membawa pelajaran dan hikmahnya masing-masing agar kita semakin mengerti hakikat penciptaan kita selaku hamba di muka bumi ini.

Allah ta’ala telah menciptakan segala sesuatunya berpasang-pasangan, ada laki-laki dan ada perempuan, ada suka dan ada duka, ada pertemuan dan ada perpisahan. Sudah lumrah bagi setiap hal yang memiliki awal pasti juga memiliki akhir, tidak terkecuali dalam ikatan pernikahan. Ada waktunya untuk kita bertemu dengan seseorang yang kita cintai dan ada pula waktunya ketika kita harus berpisah dengan seseorang yang disayangi. Perpisahan yang terjadi bukanlah akhir dari sebuah perjalanan hidup, melainkan sebuah pembelajaran untuk pendewasaan diri.

Kali ini, kita akan berbicara tentang perpisahan antara dua insan yang mencinta, antara sepasang suami istri. Berpisahnya sepasang suami dan istri disebabkan oleh dua hal umum yaitu, kematian dan perceraian.

Ikatan pernikahan yang dipisahkan karena kematian, adalah suatu hal lumrah yang dapat kita fahami bersama. Namun, perpisahan antara suami dengan istri dapat juga disebabkan oleh perceraian. Bagaimanakah Islam mengatur masalah perceraian ini? Kemudian, apa yang sajakah yang harus dilakukan oleh seorang wanita ketika perpisahan itu terjadi?
http://theo-sonatha.blogspot.com/2017/01/hukum-talak-rukun-talak-dan-syarat-sah.html

             
Ketika Harus Berpisah

Perpisahan yang diakibatkan oleh perceraian memiliki ruang lingkup bahasan yang lebih luas daripada perpisahan yang diakibatkan oleh kematian. Untuk itu, kita harus mengetahui beberapa masalah yang dibahas dalam ruang lingkup perceraian terlebih dulu, sebelum kita membahas hal-hal apa saja yang harus dilakukan oleh seorang wanita setelah terjadinya perpisahan.

A) Definisi dan Hukum Talak

Talak الطلاق menurut bahasa adalah melepaskan ikatan. Kata tersebut diambil dari lafazh لإطلاق yang maknanya adalah melepaskan dan meninggalkan. Sedangkan talak menurut istilah hukum syara’ adalah melepaskan atau memutuskan ikatan pernikahan. [Lihat Terj. Al-Wajiz (hal. 627), Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/383), dan Terj. Subulus Salam (III/12)]

Pada talak berlaku hukum taklifi (pembebanan) yang lima, yaitu: [Lihat uraiannya dalam Ensiklopedi Fiqh Wanita (II/383-385)]
  • Talak hukumnya menjadi wajib, apabila dalam hubungan berumah tangga, pasangan suami istri sering bertikai. Kemudian seorang hakim mengutus dua orang juru damai dari kedua belah pihak untuk mendamaikan keadaan keduanya. Namun, setelah juru damai melihat keadaan keduanya, mereka berpendapat bahwa perceraian adalah jalan terbaik bagi keduanya. Maka, ketika itu suami wajib menceraikan istrinya. Dan keadaan ini hampir sama seperti seorang suami yang menjatuhkan iilaa’ ketika dia tidak ingin rujuk dengan istrinya setelah masa ‘iddah istrinya habis. Demikian menurut pendapat kebanyakan ulama.
  • Talak hukumnya menjadi mustahab (dianjurkan), manakala seorang istri melalaikan hak-hak Allah seperti shalat, shaum, dan yang semisalnya. Sementara suami tidak memiliki kemampuan lagi untuk memaksanya atau memperbaiki keadaannya. Talak seperti ini juga dapat dilakukan manakala istri tidak bisa menjaga kehormatannya.
  • Talak hukumnya menjadi mubah (diperbolehkan), ketika perceraian itu sendiri dibutuhkan. Misalkan suami mendapati akhlak istrinya buruk, sehingga suami merasa dipersulit olehnya. Sementara suami tidak mendapatkan harapan dari kebaikan istrinya. Hal ini berkaitan dengan sikap nusyuz (kedurhakaan) seorang istri terhadap suami, dan masalah ini akan dijelaskan pada tempatnya tersendiri, insyaallah.
  • Talak hukumnya menjadi makruh, ketika tidak ada alasan kuat untuk menjatuhkan talak karena hubungan keduanya harmonis. Sebagaimana diriwayatkan dari ‘Amr bin Dinar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ibnu ‘Umar menceraikan istrinya, kemudian istrinya berkata, ‘Apakah kamu melihat sesuatu yang kamu benci dariku?’ ‘Tidak,’ jawabnya. Ia berkata, ‘Lalu kenapa kau mentalak seorang muslimah yang menjaga kehormatannya?’ ‘Amr bin Dinar berkata, “Akhirnya beliau rujuk kembali dengannya.” [Sunan Sa’id bin Manshur (no. 1099) dengan sanad yang shahih]
  • Talak hukumnya menjadi haram, manakala seorang suami mentalak istrinya dalam keadaan haidh atau dalam keadaan suci setelah menggaulinya. Dan ini dinamakan talak bid’ah/talak bid’i, sebagaimana akan datang penjelasannya.

B. Hukum Talak Tanpa Sebab

Dari Jabir, Nabi ‘alaihis shalatu was salam bersabda:“Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Diantara mereka ada yang lapor: Saya telah melakukan godaan ini. Iblis berkomentar: Kamu belum melakukan apa-apa. Datang yang lain melaporkan: Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya, dia telah bepisah (talak) dengan istrinya. Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk di dekatnya dan berkata: Sebaik-baik setan adalah kamu.” (HR. Muslim 2813)

Dalam hadis ini, iblis memuji dan berterima kasih atas jasa tentaranya yang telah berhasil menggoda manusia, sehingga keduanya bercerai tanpa sebab yang dianggap dalam syariat. Ini menunjukkan bahwa perceraian suami istri termasuk diantara perbuatan yang disukai iblis.

Iblis menjadikan singgasananya di atas laut untuk menandingi Arsy Allah ta’ala, yang berada di atas air dan di atas langit ketujuh. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

    عَنْ ابْنِ عُمَرَعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاقُ

Artinya: “Perkara halal yang paling dibenci Allah ialah talak (Perceraian).” (HR. Abu Daud, 2178, Ibnu Majah, 2018 dan al-Hakim, 2:196

Pada dasarnya talak adalah perbuatan yang dihalalkan. Akan tetapi, perbuatan ini disenangi iblis, karena perceraian memberikan dampak buruk yang besar bagi kehidupan manusia. Terutama terkait dengan anak dan keturunan. Oleh karena itu, salah satu diantara dampak negatif sihir yang Allah sebutkan dalam al-Qur’an adalah memisahkan antara suami dan istri. Allah berfirman:

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِه 

Mereka belajar dari keduanya (harut dan marut) ilmu sihir yang bisa digunakan untuk memisahkan seseorang dengan istrinya. (QS. Al-Baqarah: 102)

Maraji’:
  • Ahkaam al-Janaaiz wa Bidaa’uha, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Maktabah al-Ma’arif, Riyadh
  • Al-Wajiz (Edisi Terjemah), Syaikh ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, cet. Pustaka as-Sunnah, Jakarta
  • Do’a dan Wirid, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i, Jakarta
  • Ensiklopedi Fiqh Wanita, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cet. Pustaka Ibnu Katsir, Bogor
  • Ensiklopedi Islam al-Kamil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwaijiri, cet. Darus Sunnah, Jakarta
  • Ensiklopedi Larangan Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i, Jakarta
  • Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Lajnah ad-Daimah lil Ifta’, cet. Darul Haq, Jakarta
  • Meniru Sabarnya Nabi, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, cet. Pustaka Darul Ilmi, Jakarta
  • Panduan Keluarga Sakinah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cet. Pustaka at-Taqwa, Bogor
  • Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, cet. Pustaka Ibnu Katsir, Bogor
  • Penyimpangan Kaum Wanita, Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin, cet. Pustaka Darul Haq, Jakarta
  • Pernikahan dan Hadiah Untuk Pengantin, Abdul Hakim bin Amir Abdat, cet. Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Jakarta
  • Shahiih Fiqhis Sunnah, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cet. Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo
  • Subulus Salam (Edisi Terjemah), Imam Muhammad bin Ismail al-Amir ash-Shan’ani, cet. Darus Sunnah, Jakarta
  • Syarah Al-Arba’uun Al-Uswah Min al-Ahaadiits Al-Waaridah fii An-Niswah, Manshur bin Hasan al-Abdullah, cet. Daar al-Furqan, Riyadh
  • Syarah Riyaadhush Shaalihiin, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, cet. Daar al-Wathaan, Riyadh
  • Syarah Riyadhush Shalihin (Edisi Terjemah), Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i, Bogor
  • ‘Umdatul Ahkaam, Syaikh ‘Abdul Ghani al-Maqdisi, cet. Daar Ibn Khuzaimah, Riyadh
Rukun Talak

Itulah beberapa hukum talak yang dikenal sesuai syariat Islam. Ada beberapa rukun talak agar talak tersebut menjadi sah secara hukum Islam, yaitu:

A. Bagi Suami
  1. Berakal sehat
  2. Baligh
  3. Dengan kemauan sendiri
B. Bagi Isteri
  1. Akad nikah sah
  2. Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya
Lafadz/teks talak:
  1. Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
  2. Dengan sengaja dan bukan paksaaan
Sedangkan untuk lafaz-nya, terdapat dua jenis lafaz talak, yaitu talak sharih dan talak kinayah. Untuk talak sharih, lafaz yang diucapkan sangat jelas. Contohnya, “Aku telah jatuhkan talakku kepadamu”. Sedangkan untuk talak kinayah, lafaz yang diucapkan berupa sindiran namun diniatkan oleh suami untuk mentalak. Sebagai contoh, “Pergilah dari rumah ini, dan jangan pernah mencoba kembali lagi.” Jika kata sindiran tersebut telah diucapkan dengan niat talak dari suami, maka telah jatuhlah talak suami pada istri.

Demikianlah beberapa hal mengenai hukum talak, rukun talak dan syarat sah talak dalam islam. Semoga bermanfaat.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel